Thursday, July 27, 2017

"But I Can't Stop Staring at Your Face"

Tulisan ini dibuat ketika saya sedang mendengarkan lagu Justin Bieber - Mistletoe, makanya dibikin judul ambil dari salah satu liriknya.
"Your face" eh? Whose face?
Jelas laaah suami gue, hehehehe.
About a week ago, mas memenuhi janjinya untuk pulang. Dan seperti biasa rasa lelah dan bete luar biasa dari tempat kerja hilang begitu saja dan semangat untuk jemput mas di bandara begitu menggebu-gebu.
Meski mas berulang kali meminta saya untuk istirahat di rumah, saya tidak bisa menahan rasa rindu ingin berjumpa segera, melihatnya muncul dari kejauhan, menyambut tangannya dengan menciumnya bak mencium hajar aswad, dan memberinya pelukan selamat datang.
Dan yang paling kurindu adalah...
Menatap parasnya sebelum aku tertidur lelap.
Tidak ada wajah seindah yang dilukiskan oleh pelukis kenamaan sekalipun selain wajah lelah suami tercinta setelah pulang dari perjuangannya dan terlelap di sisi istrinya.
Itu menjadi hobi tersendiri menjelang terlelap.
Entah berapa kali aku tersenyum setiap kali melihat wajah mas.
Bahkan rela rasanya tidak tidur semalaman hanya untuk menikmati pemandangan indah itu.
Well, he might never know (ya iyalah wong doi uda bobok).
Hehehehe..

Beberapa jam yang lalu aku menghubunginya.
Tampak suara lelah mas dari kejauhan.
Mas selalu memintaku untuk membuat nyaman segala kondisiku di sini.
Mau nonton, mau jalan sama temen-temen, mau pulang ke Betos, pokoknya dibuat senyamannya.
But how can I feel comfort without him beside me?
To be honest, aku sempat nangis mengucapkan kalimat itu ke mas.
Dilema rasanya, di satu sisi aku ingin mas nggak banyak kepikiran di sana, di sisi lain aku nggak pernah lebih bahagia kecuali jika berada di dekat mas.
Tapi aku diam sejenak, coba mengalihkan perhatian. Dan tiba-tiba mengingat mama dulu saat mengandungku malah ditinggal papa ke Jerman 8 bulan.
It must had been very tough.
Jadi aku harus bisa sekuat mama :)
Kangen mas boleh, tapi jangan sampai nambah pikiran mas.
Aku harus bisa lebih memberinya ruang dan waktu di sana.

Dulu sebelum nikah, mas paling semangat nelpon aku.
Bahkan kalau bisa video call.
Tapi sekarang nelpon aja cuma sekedar panggilan suara.
Bahkan bisa cuma tiga hari sekali.
Apakah memang semua laki-laki seperti itu?
Once they get what they want, they'll get bored.
Kadang memang itu yang kurasa, mas merasa bosan terhadapku.
Pembicaraanku tidak semenarik dulu.
Ahh... lupakan.
Singkirkan pemikiran ini jauh-jauh.
Cukup Allah menjadi pelipur lara bagiku.

I miss the old us, mas :'(

Thursday, June 15, 2017

I Miss You, Daddy-o

Tiba-tiba terlintas saja.
Dulu aku minta ini itu diturutin.
Sekalinya minta yg aneh2 cuma diingetin aja risikonya apa.
Dan kalau permintaan aneh itu dipenuhi,
Dan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan karena permintaan aneh itu,
Papa tetap membantu memberi solusi.

Bayangkan saja seorang anak kecil meminta balon kepada ayahnya.
Namun ayahnya tidak mengabulkannya dengan alasan
"Nanti kalo meletus, telingamu sakit nak, kamu bakal kaget dan bikin jantung tidak sehat."
"Nanti kamu akan trauma terhadap balon."
"Ayah ndak mau tau lho ya kalo tiba-tiba balonnya meletus."
Dan akhirnya anak tersebut tidak mendapatkan balonnya.
Lantas apakah anak itu akan mengetahui sisi bahagia dari mendapatkan sebuah balon?
Dia tidak akan merasakan senangnya melempar-lempar balon ke atas.
Dia tidak akan merasakan cerianya melihat warna-warni balon.
Andai saja Ayah itu mengabulkan permintaan anaknya,
Lalu jika balon tersebut meletus, Ayah itu akan menenangkan anaknya dan menghiburnya.
Maka akan menjadi kisah yang berbeda.

Aku dibesarkan dengan mengenali risiko dari setiap tindakan yang ku ambil.
Pernah dulu waktu lolos beasiswa S1 ke Jepang, Papa mendukung sepenuhnya.
Namun Papa menyampaikan risiko-risiko yang harus kutanggung atas keputusan itu.
Yang membuatku akhirnya membatalkan keputusanku sendiri,
Namun dengan hati yang "legowo"
Dan tidak terkesan dipaksa sedikitpun.

Well, I just want to say that I miss u, Daddy-o
Aku merindukan masa-masa di mana aku masih menjadi putri kecilmu yang selalu kau dengarkan.
Tanpa perlu kau menanyakan,"Adek pengen apa sih?"

Friday, June 9, 2017

To be a great wife

Dua bulan sudah kulalui bahtera rumah tangga bersama lelaki pilihan hatiku. Usia pernikahan yang tergolong masih sangat muda ini telah memberiku banyak pengalaman, baik pengalaman manis maupun pengalaman pahit. Termasuk pengalaman pertama kehilangan calon anak yang telah dinanti-nanti. Bila bukan mas yang berada di sampingku, aku tak mungkin menahan emosi dan rasa penyesalan yang begitu dahsyatnya.

Mas adalah seorang yang sangat pengertian terhadap segala hal, termasuk dalam hal menghadapi semua sikap dan perilaku yang kulakukan. Aku selalu melihat mas dari sisi yang berbeda, yaitu sisi keindahannya. Tak pernah kutemukan kekurangan satu pun dalam diri mas, karena semua kekurangannya bagiku adalah celah untuk kulengkapi hingga tak nampak lagi ada celah dalam dirinya. Semua candanya, tawanya, wajah bangun tidurnya, ekspresinya ketika sedang berpikir, merupakan surga dunia yang membuatku tak rela jika harus digantikan dengan hal lain. Karena cukup memandangnya sudah membuatku berasa teduh, layaknya warna hijau tua yang berada di dalam kedua surga itu.

Pernah suatu ketika aku membuat mas kesal, dan saat itulah saat terhina dan terpuruk dalam 2 bulan perjalanan rumah tangga ini. Tidak.... aku selalu berprinsip untuk menghindari potensi membuat kesalahan, namun sekalinya aku salah malah kepada suami sendiri. Aku tak pernah merasa benar-benar menyesal hingga saat itu. Yang kurasa saat itu adalah hilang semua keridha-an mas terhadapku. Saat itu pula aku bertaubat kepada Tuhanku dan bersimpuh di dekat mas untuk mendapatkan keridha-an nya kembali. Penyesalan begitu dalam selalu membayangi sejak kejadian kala itu hingga membuatku malu dan berkomitmen untuk tidak mengulanginya lagi.

Mas membuatku menjadi orang yang lebih baik. Semenjak menikah banyak perubahan drastis yang terjadi dalam diriku. Mulai dari membiasakan hidup hemat, ibadah tepat pada waktunya, menyempatkan diri untuk mengaji dalam sehari, belajar memasak, dan mulai merawat segala hal yang ada di sekitar agar mas merasa nyaman bila berada di dekatku. Jaman dulu sebelum nikah kalo disuruh masak sama mama paling cuma bantu nyiapin bahan2nya doang, sekarang sejak sama mas yg doyan makan, aku harus mempelajari semua proses tahapan memasak dari awal hingga akhir, dan mencobanya secara mandiri. Yah meskipun belum sama sekali hasil masakanku dicicipi oleh mas, tapi setidaknya aku membuat progress yang sangat pesat semenjak hidup bersama mas.

Aku ini wanita pencemburu. Seringkali aku melihat mas bersendau gurau dengan teman lawan jenisnya entah secara langsung atau via media sosial. Sebenarnya dalam hati ini sudah banyak pikiran2 negatif muncul, kekhawatiran, dan rasa takut bahwa mas mendapati orang lain lebih menarik perhatiannya daripada diriku. Namun mas selalu bilang dari awal bahwa kunci utamanya adalah percaya... dan aku sangat ingin mempercayai mas sebagaimana mas percaya padaku.

Terkadang aku merasa sangat bodoh dan tidak berguna ketika orang tua mas masih melayani mas untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya saja menyiapkan makan, menyediakan baju, dan hal-hal lain yang sebenarnya bisa kulakukan. Mama dulu pernah cerita padaku bahwa seorang anak laki-laki takkan pernah lepas dari ibunya, dan hal itu yang membuatku wajar ketika mas masing ingin bermanja-manjaan kepada orang tuanya layaknya ia masih seorang bocah kecil kesayangan mereka. Apalagi untuk seorang menantu yang masih tinggal di rumah mertua, pasti akan ada kala dimana suami merasa nyaman bersama orang tuanya daripada bersama istrinya sendiri. Yah memang kuakui aku mencemburui hal ini juga, namun sabar adalah bekal yang kubawa sejak awal.

Biar
Biarlah
Biarlah dulu
Biarlah aku berbakti kepada mas dan kedua orang tuanya terlebih dahulu, agar aku ditempa, agar aku diberi bekal untuk mempersiapkan segala hal ketika kelak aku yang akan mengurus keluarga kecilku sendiri di tempat yang terpisah.
Biarlah mas menyelesaikan masa baktinya kepada orang tuanya hingga Tuhan memutuskan bahwa kami sudah mampu.
Aku selalu merindukanmu, mas

Teruntuk mas yang selalu kusebut dalam setiap doaku.

Salam sayang,
Istrimu

Sunday, April 13, 2014

Tak ada kata yang terucap

Hai sahabatku, apa kabarmu?
Semoga kau tetap selalu indah seperti biasanya.
Nampak di mataku kini cahayamu mulai meredup. Terasingkan dengan berbagai hal yang menghalangimu.
Aku rindukan garis senyum pembawa kedamaian itu, kawan.
Garis penuh ikhlas
Layaknya bulan sabit tersenyum pada semua orang di belahan bumi manapun tanpa kenal pamrih.

Saturday, April 12, 2014

Memulai sesuatu yang baru mungkin (?)

Sudah lama jemari ini tak menulis pemikiran absurd dan ide bodoh
Entahlah, mungkin terlalu banyak yang harus ditulis selain pemikiran yang butuh diluapkan.
Kerjaan? yep. Netmeet? always. Tugas? BIG YES!!!
Aku merasa sangat butuh kembali ke jiwa mudaku (emangnya sekarang nggak muda lagi? --")
Ya, jiwa muda yang benar-benar bebas, realistis, dan gemar kepo tulisan-tulisan inspiratif yang membuat jemari ini tak lelah menulis.
Mungkin lain waktu..