Monday, July 2, 2012

Peristiwa 23 Juni 2012


Ini bukanlah kisah fiktif belaka, dimana para pemainnya hanya sedang bersandiwara
Ya, benar.
Ini adalah sebuah kisah jenaka tentang perjalanan panjang menuju rumah almarhumah mbah putri yang secara terpaksa harus dihentikan sementara karena sebuah kejadian tragis
Kejadian yang kini kusebut dengan Peristiwa 23 Juni 2012, tepatnya pukul 8.47 pagi di Tuban.

Alkisah dimulai dari keberangkatanku bersama dengan awak mobil berjumlah 4 orang (termasuk aku)
Dimulai dari Papa sebagai supir, Aku sebagai co-supir, Tante Tris dan Iqbal sebagai penumpang.
Sekedar info tambahan, Mama sudah berada di rumah almarhumah mbah putri semenjak seminggu yang lalu, tepatnya tanggal 19 Juni 2012.
Perjalanan ini dimulai sekitar pukul 6 pagi, bermodalkan sebuah mobil Kijang Innova G Luxury Silver Metalik dengan plat nomor kendaraan L 1812 YU.
Tak banyak yang kubawa, hanya sebuah tas berlabel FANTA berisi pakaian, obat, dompet, dan HP.
Barang bawaan Papa pun serupa denganku, hanya saja beliau membawa Brownies Kukus "AMANDA" berjumlah 10 kotak untuk digunakan saat malam 7 hari meninggalnya almarhumah mbah putri.
Yang paling banyak membawa barang adalah Tante Tris, beliau membawa tas pakaian, kompor gas serta bahan-bahan masak.
Mau demo masak kali yah?
Mungkin abis gitu bakal bilang,"This is shit! Shit lezat dibalut cheese roll ala chef Tetris"
Inget-inget nama Tetris jadi kebayang mainan game watch (baca: gembot) anak kecil yang nyusun-nyusun balok warna-warni.
Intinya bagasi mobil kami penuh

Di tengah perjalanan, entah sepertinya saat itu kami sedang berada di Lamongan, Papa berhenti sejenak untuk buang air besar kecil.
Entah ini penting untuk diceritakan atau tidak.
Namun ini adalah bagian dari Peristiwa 23 Juni 2012

Sampai di Tuban, kami berhenti sejenak untuk beli siwalan dan legen
Papa bilang,"Gak ada yang dikejar kok ya? Nyantai aja berangkatnya, kita beli siwalan dulu buat dimakan bareng disana ntar."
Papa dan Tante Tris pun keluar untuk memilih-milih buah siwalan yg bagus dan legen yang masih segar.
Aku dan Iqbal tertidur dalam mobil, dan saat itu aku melepas sabuk pengamanku (padahal aku duduk di kursi depan)
Hanya bisa pasrah dan tertidur pulas
Kesimpulannya, bagasi mobil kami penuh kuadrat.

Kira-kira 30 menit setelah aku tertidur, aku merasa Papa mengemudikan mobil sedikit lebih kencang.
Mungkin sekitar 120 km/jam
Aku terbangun dan melihat jalanan yang begitu sepi
Dan masih dalam keadaan tidak menggunakan sabuk pengaman
Tiba-tiba dari seberang jalan ada sepeda motor yg dikemudikan oleh seorang wanita dan ibu tua yg menjadi penumpangnya menyeberang begitu saja tanpa melihat mobil Papa yg melaju begitu kencang.
Karena kaget, Papa membunyikan klakson berulang-ulang dan pengendara motor itupun panik.
Mungkin karena terlalu panik mereka hanya bisa melanjutkan penyeberangan pasrah dan berteriak.

Papa adalah figur seorang ayah yg sangat baik.
Ia sempat berpikir, daripada terus melanjutkan mobil yg bergerak lurus dan pasti akan menabrak pengemudi sepeda motor tersebut, sebaiknya ia banting setir ke kiri.
Ke sebuah lahan kosong yg hanya terdapat beberapa macam pepohonan dan rumah penduduk yang jaraknya terpisah jauh.
Ya..
Mobil kami menabrak sebuah pohon yang bisa dibilang tidak begitu besar.
Sebuah pohon yang akan selalu aku simpan dalam memoriku seumur hidup.
Papa lebih memilih untuk mengorbankan mobilnya daripada mengorbankan nyawa orang lain.
Dalam waktu hanya seper sekian detik, Papa mampu berpikir sejauh itu.
(Tuhan, semoga suamiku kelak memiliki sosok yg persis, bahkan lebih, seperti Papa, aamiin)

Scene tabrakan pun terjadi.
Karena saat itu aku tidak menggunakan sabuk pengaman, tubuhku terpelanting ke dashboard mobil.
Mukaku tertatap dashboard hingga aku mengeluarkan darah dari hidung.
Bahasa GWL nya "nosebleeding"
Tanganku menahan tubuhku agar tidak ikut tertatap.
Usaha itu berhasil, namun akibat yg lebih parah lagi malah terjadi di tanganku.
Karena tabrakan yang sangat keras, tanganku tak seberapa kuat menahan tubuhku yang "jumbo" ini sehingga persendian di jempolku "mlengse".
Jadi lihatnya gimanaa gitu, kayak tulang jempolku mau lepas, haha.

bagian depan sudah tidak berupa

Setelah sadar bahwa mobil yg kami kendarai telah ringsek menabrak sebuah pohon, yg kulihat hanyalah bayangan putih yg kabur.
Tidak begitu jelas.
Awalnya aku berpikir, apakah aku sudah diangkat ke awan? Akan segera menemui Sang Kreator?
Secepat kilat bayangan itupun sirna dan menghadapkanku pada "sosok" dashboard mobil yang penuh bercak darah dari hidungku.
Aku melihat Papa sudah keluar dari mobil, Tante Tris dan Iqbal masih di kursi belakang sedang berusaha untuk membuka pintu mobil.
Aku pun juga segera membuka pintu mobil dan jatuh tersungkur di tanah.
Dengan dibantu oleh wanita pengemudi sepeda motor itu, aku berdiri dan mencoba mengembalikan kesadaranku seutuhnya.
Wanita itu berusaha untuk berbicara padaku, tapi yang kudengar hanya suara dengingan, suara klakson yang dibunyikan berulang-ulang, suara teriakan, Papa, dan suara saat mobil kami menabrak.
Sambil menangis, wanita itu membopongku ke sepeda motor saudaranya dan mengantarkanku ke "klinik" terdekat.
Disana aku bertemu seorang dokter cantik dengan hijab yg menutupi sekujur tubuhnya, lengkap dengan jas kedokterannya (bahasa anak SMA : "jas lab") yg membuat penampilannya lebih sempurna bagai seorang dokter (emang dokter sih --")
Namanya dr. Julia
Entah apa tetek bengek spesialisnya, bener-bener gak ingat.
Pas ngelihat kondisi tanganku, beliau berkata kepada dokter lain,"Wah dislokasi ini, dok"
Ada 2 pilihan saat itu, mau dioperasi tapi gak bakal kerasa apapun saat pengembalian sendinya, atau mau langsung dikembalikan dalam keadaan sadar.
Karena saat itu aku, Tante Tris, dan Iqbal dalam keadaan ingin segera tiba di rumah almarhumah mbah putri, aku memilih untuk pengembalian sendi secara langsung dalam keadaan sadar.

BWAH!!!!
Pengembalian sendi itu merupakan hal tersakit yg pernah aku alami selama ini.
Sakit-sakit lainnya tidak sesakit ini.
Nangis??? PASTILAAAH
Kalau tidak salah sampai terdengar bunyi "klek", dr. Julia langsung memberi cairan dingin di tanganku.
Sakitnya langsung ilang :O
Tapi karena memar, tanganku tidak bisa membuka dan menutup secara sempurna.
Setelah tetek bengek ini itu selesai (dari tadi omongannya tetek bengek mulu ^^)
Aku, Tante Tris, dan Iqbal diantar kembali ke TKP.
Di sana sudah terlihat ada polisi yg menangani kasus ini.
Dan ada Papa serta orang-orang kampung situ membantu menggeser mobil papa
(btw, mobilnya aja sampai ngga bisa difungsikan loh!)

Papa menyuruhku, Tante Tris, dan Iqbal untuk segera berangkat menuju rumah almarhumah mbah putri dengan bus.
Polisi itu pun memberhentikan bus yg lewat saat itu.
Kami segera naik ke dalam bus dan melanjutkan perjalanan menuju rumah mbah putri di Desa Pandan, Kecamatan Pancur, Lasem.

 Mungkin dari ceritaku ini readers bisa mengambil hikmahnya.
Yang pasti FASTEN YOUR SEAT BELT
thank you for reading =)

*ada beberapa kejadian di cerita ini yang tidak sesuai dengan faktanya karena pihak yang bersangkutan tidak ingin melibatkan instansi lain. trims ({}) salam membaca!

2 comments:

  1. Ya Allah, Meu.. untung aja cuma bgian jempol kamu yg knpa-napa. Skrg kbarnya jempol itu gmn?
    Salut deh sama papa kamu :) kalo umpama semua jari-jariku ini jempol, aku acungin deh buat papa kamu semuanya :D hehehe *maaf lebai (n_n' )a
    lebih hati-hati ya lain kali :) dan jgn lupa doa dlu..

    take care,
    Rawrr!

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah jempol membaik :) Insya Allah sembuh total sebulan lagi (doakan saja).
    Huahaha makasih Aida, papa-papa kita sebenarnya punya SUPER POWER yg nggak kita ketahui loh! :p
    Okeee km juga yaa, better careful next time ;)

    ReplyDelete