Dulu aku minta ini itu diturutin.
Sekalinya minta yg aneh2 cuma diingetin aja risikonya apa.
Dan kalau permintaan aneh itu dipenuhi,
Dan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan karena permintaan aneh itu,
Papa tetap membantu memberi solusi.
Bayangkan saja seorang anak kecil meminta balon kepada ayahnya.
Namun ayahnya tidak mengabulkannya dengan alasan
"Nanti kalo meletus, telingamu sakit nak, kamu bakal kaget dan bikin jantung tidak sehat."
"Nanti kamu akan trauma terhadap balon."
"Ayah ndak mau tau lho ya kalo tiba-tiba balonnya meletus."
Dan akhirnya anak tersebut tidak mendapatkan balonnya.
Lantas apakah anak itu akan mengetahui sisi bahagia dari mendapatkan sebuah balon?
Dia tidak akan merasakan senangnya melempar-lempar balon ke atas.
Dia tidak akan merasakan cerianya melihat warna-warni balon.
Andai saja Ayah itu mengabulkan permintaan anaknya,
Lalu jika balon tersebut meletus, Ayah itu akan menenangkan anaknya dan menghiburnya.
Maka akan menjadi kisah yang berbeda.
Aku dibesarkan dengan mengenali risiko dari setiap tindakan yang ku ambil.
Pernah dulu waktu lolos beasiswa S1 ke Jepang, Papa mendukung sepenuhnya.
Namun Papa menyampaikan risiko-risiko yang harus kutanggung atas keputusan itu.
Yang membuatku akhirnya membatalkan keputusanku sendiri,
Namun dengan hati yang "legowo"
Dan tidak terkesan dipaksa sedikitpun.
Well, I just want to say that I miss u, Daddy-o
Aku merindukan masa-masa di mana aku masih menjadi putri kecilmu yang selalu kau dengarkan.
Tanpa perlu kau menanyakan,"Adek pengen apa sih?"